Minggu, 11 Desember 2011

kita adalah bangsa yang besar ...yang mempunyai bergam budaya,dan didalam budaya terdapat pula suku yang berbeda dan didalam suku yng brbeda trdpat satu tekat yang besar yaitu senasib sepenaggungan,kok takuang samo ditukuk ,kok talobih samo dibagi.kok ado nan salah sling maingat'an dalam khidupan sehari-hari

Sabtu, 10 Desember 2011

MOKTI ALI, S.Pd.I

Jeritan Seorang Insan

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Aku dilahirkan di dunia yang fana ini dengan suku yang melekat di dalam batinku yaitu Suku Payung. Bertahun-tahun aku menunggu dan merindukan akan kebersamaan yang tak pernah aku rasakan seumur hidup ku di dalam suatu suku yang ada pada diriku. Sejak sekian lama aku mengharapakan perdamain,kesejahteraan, kasih sayang, Berat Sama Dipikul Ringan Sama Dijinjing di antara sesama suku.
...
Aku seakan-akan menjerit, meminta kepada yang kuasa “Ya Allah satukanlah suku kami yang kini terpecah seakan tak bisa besatu kembali”. Tapi aku menyadari semua itu tak akan bisa aku lakukan dengan seorang diri tanpa kebersamaan dari adik-adik, abang-abang, datuk, nenek moyang, dan pertolongan dari Yang Maha Kuasa.

Hanya kepada Mu ya Allah aku mencurahkan isi hati yang tak bisa aku lampiaskan, sungguh aku tak bisa merasakan arti sebuah perdamain di dalam suatu suku. Aku meronta menangis tapi semua itu tak ada jawaban. Apakah yang harus aku lakukan ??? Agar membuat suku ku kembali utuh seperti sedia kala.

Aku iri kepada suku-suku yang lainnya, agar bisa Duduk Sama Rendah dan Tegak Sama Tinggi, entah mengapa aku berfikiran seperti itu. Mungkin karena aku tak pernah merasakan kehangatan dan perdamain di dalam suku sendiri.

Berderai tangis dan air mata yang keluar dari pelupuk mata ku yang tak pernah mengandung arti sebuah kehidupan. Aku tak banyak mengarapakan impian, yang aku butuhkan hanya satu “ Satukan Suku Ku Kembali ”. Tapi, mengapa semua itu sungguh sulit ? Apa salah da dosa Kami sehingga suku yang ku bangga-banggakan selama ini hancur di telan masa.

Wahai para ketua suku dan semua yang suku payung, janganlah kau anggap suku payung lemah dimata mu sendiri dan para suku-suku yang lainnya. Mana rasa cinta dan kasih sayang mu kepada suku mu sendiri, sungguh kau tak memperdulikan suku Kita, mungkin kau mengharapkan perpecahan dan pertikaian ?

Coba Anda fikirkan ? jikalau semua orang tua, induk suku kita telah tiada lagi, bagaimana nasib dari suku payung yang semakin hari semakin hancur, sementara kami sebagai generasi penerus hanya bisa berkata dan tak bisa berbuat apa-apa, kami hanya berharap suku payung kembali bangkit dari keterpurukan, tetapi semua tak lepas dari bimbingan orang tua kami semua.

Walau pun semua itu hanyalah impian yang tak mungkin bisa terwujud kembali, dan aku menyadari persukuan ku memang tak berarti apa-apa bagi semua insan, tapi mengapa semua itu terjadi di suku kita ? Sungguh aku tak mengerti dengan semua ini, aku tak mampu hidup jika aku melihat suku yang selama ini menjadi pedoman hidup ku hancur tanpa meninggalkan bekas.

Sungguh tak berharganya suku ini jika kita tak mampu bangkit dan hidup kembali.Aku hadir di sini dengan tujuan utuk mengumpulkan dan menyatukan kembali semua suku Payung yang ada di Kecamatan Bunut dalam satu ikatan, yaitu Kumpulan Tobo Suku Payung Kecamatan Bunut.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Lihat Selengkapn
· 3 September pukul 7:52 OLEH Mokti Ali

Jumat, 09 Desember 2011

Bono pelalawan“Seven Ghost”

A. Selayang Pandang
Bono adalah fenomena alam yang menarik dan sekaligus menakjubkan yang terjadi di sepanjang muara Sungai Kampar (Kuala Kampar), Propinsi Riau. Fenomena alam ini merupakan peristiwa bertemunya aliran air sungai dengan air laut di muara Sungai Kampar. Pertemuan ini menghasilkan gelombang dan ombak besar yang bergulung-gulung dan bergerak dari muara menuju kearah hulu.
Sebenarnya Bono tidak hanya terjadi di muara Sungai Kampar saja, melainkan juga terdapat di muara Sungai Rokan. Di kedua sungai ini, konon, Bono mempunyai cerita dan hubungan misterius di baliknya. Bono yang terdapat di Sungai Kampar dipercayai sebagai Bono jantan, sedangkan Bono yang terdapat di Sungai Rokan dianggap sebagai betina. Bono di daerah Sungai Kampar berjumlah tujuh ekor dan bentuknya seperti seekor kuda, yang dianggap sebagai induk Bono. Menurut cerita masyarakat, pada saat musim pasang mati, Bono jantan di Sungai Kampar menemui Bono betina di Sungai Rokan, lalu bersantai menuju Selat Malaka. Nah, itulah yang menyebabkan pada bulan kecil Bono tidak ditemukan di kedua sungai tersebut. Hal ini berbeda jika musim pasang (bulan besar), Bono akan kembali ke tempatnya masing-masing, lalu menghempas dan menyusuri Sungai Kampar dan Sungai Rokan.

B. Keistimewaan
Bono adalah peristiwa alam yang terbilang khas dan menarik. Wisatawan dapat menyaksikannya pada saat gelombang pasang tiba. Gelombang pasang biasanya terjadi setiap tanggal 10—20 dalam perhitungan bulan Melayu (Arab), atau oleh masyarakat setempat sering disebut bulan besar—terjadi pada saat bulan purnama. Pada saat musim pasang mati (bulan kecil), Bono hampir tidak ada; kalaupun ada hanya sebatas riak kecil di tempat dangkal.
Keunikan lainnya yang dapat disaksikan wisatawan adalah pada saat air laut masuk dan bertemu dengan aliran sungai terjadilah gelombang dengan kecepatan tinggi disertai dentuman seperti suara guntur dan hembuasan angin yang kencang. Jika musim pasang tinggi, gelombangnya bisa mencapai 4—6 meter dengan kecepatan sekitar 40 km per jam. Gelombang yang disebut bono ini bergerak dari arah muara munuju hulu sungai hingga mencapai puluhan kilometer dari muaranya.
Bagi masyarakat di daerah Kuala kampar, Bono memang merupakan peristiwa yang sudah tidak asing lagi. Peristiwa alam ini telah dikenal sejak lama dan telah begitu dekat dan akrab dengan kehidupan mereka. Bahkan, masyarakat di daerah ini menganggap Bono sebagai “sahabat”. Mereka sering memanfaatkan Bono sebagai sarana adu ketangkasan bermain perahu di atasnya. Memang permainan ini memiliki risiko yang terlalu tinggi, karena jika salah perhitungan, perahu yang dinaiki bisa dihempaskan Bono ke tebing hingga hancur.
Dahulu, permainan perahu di atas Bono oleh masyarakat Kuala Kampar sering dilakukan dengan upacara adat tertentu dan dilakukan pada saat pagi atau siang hari. Namun, saat ini permainan tersebut telah menjadi permainan biasa dan dapat dilakukan sesuka hati.

C. Lokasi
Peristiwa alam yang disebut Bono ini terjadi di Perairan Kuala Kampar, Desa Pulau Muda, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau, Indonesia.
Gambar.1

Gambar.2

Gambar.3

Gambar.4

Gambar.5

Gambar.6
D. Akses
Peristiwa alam Bono terjadi di muara Sungai Kampar. Untuk mencapai kawasan ini memang tidak mudah, karena belum tersedia sarana jalan darat menuju ke sana. Satu-satunya jalur yang dapat ditempuh adalah melalui jalur sungai. Wisatawan yang hendak menyaksikan Bono dapat menggunakan kendaraan roda empat dari Kota Pekanbaru menuju Pangkalan Kerinci (Ibukota Kabupaten Pelalawan) yang berjarak sekitar 70 km. Setelah itu, dari Pangkalan Kerinci, wisatawan disarankan menyewa kapal cepat (speed boat) menuju Desa Pulau Muda dengan lama perjalanan kira-kira 5 jam. Dari Desa Pulau Muda inilah wisatawan dapat menyaksikan fenomena alam yang indah bernama Bono.